Partai Politik Islam

Partai politik didefinisikan sebagai suatu kelompok terorganisasi yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. (Miriam Budiardjo, 1992). Tujuan partai politik adalah memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan partai. Ada empat fungsi partai politik, yaitu: fungsi agregasi, edukasi, artikulasi, dan rekrutmen. (Sigmund Neumann, 1981).

Di lihat dari komposisi dan sifat keanggotannya maka ada partai massa dan ada partai kader. Partai massa mengutamakan kekuatan berdasarkan keunggulan jumlah anggota yang bersifat massal. Parpol ini biasanya terdiri atas massa pendukung dari berbagai organisasi massa atau kelompok aliran politik dalam masyarakat. Sebaliknya, partai kader mengutamakan pengkaderan, keketatan anggota dan disiplin kerja dari anggota. Pimpinan parpol biasanya menjaga secara ketat kemurnian doktrin politik dengan berbagai cara, termasuk mengadakan seleksi calon anggota dan pemecatan anggota jika menyimpang dari garis partai. (Miriam Budiardjo, 1992).

Bila dicermati dalam kacamata Islam, peran dan tugas parpol sangat luas. Pertama, parpol wajib mengoreksi penguasa. Keberadaan parpol dalam Islam memiliki tugas atau kewajiban sesuai dengan yang ditentukan oleh Allah yakni mendakwahkan Islam dan melakukan amar makruf nahi mungkar (lihat: QS Ali Imran [3]: 104). Di tangan penguasalah puncak kemakrufan atau kemungkaran. Karena itu, fungsi utama amar makruf dan nahi mungkar bersentuhan langsung dengan pihak penguasa. Rasulullah SAW bersabda: Pemuka para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib dan seseorang yang berdiri di hadapan penguasa zalim untuk melakukan amar makruf nahi mungkar kepadanya, lalu penguasa tersebut membunuhnya. (HR al-Hakim).

Hadits ini menunjukkan bahwa tugas parpol adalah melakukan koreksi terhadap penguasa. Jika dalam perjalanan kekuasaannya penguasa melakukan penyimpangan maka tugas dan kewajiban parpol Islam untuk meluruskannya agar sesuai dengan sistem (hukum) Islam. Fungsi perbaikan (ishlâh) hanya dapat dipahami dalam konteks penguasa memang diangkat berdasarkan sistem (hukum) Islam dan dalam rangka menerapkan hukum Allah SWT. Namun, jika penguasa diangkat berdasarkan sistem (hukum) kufur yang mengatur masyarakatnya maka yang dilakukan parpol Islam adalah perubahan total (taghyîr).

Bukankah pada masa Rasulullah, seluruh langkah parpol Islam di kota Makkah bersifat taghyîr (perubahan total), bukan ishlâh (perubahan parsial)? Inilah seharusnya jalan yang ditempuh oleh seluruh parpol Islam di seluruh negeri-negeri Muslim. Inilah Sunnah Nabi.

Kedua, parpol dalam Islam harus membina kesadaran politik masyarakat. Setiap peristiwa di tengah masyarakat tidak selalu murni tanpa rekayasa. Sebagian peristiwa boleh jadi by design. Pada hakikatnya, situasi politik lokal, regional, dan internasional terjadi mengikuti mainstream dari sebuah kebijakan politik. Umat harus mengamati dan memahami semua kejadian tersebut dari sudut pandang Islam. Inilah yang disebut dengan kesadaran politik Islam.

Pada masa lalu, Rasulullah melakukan aktivitas membangun struktur kelompok terpilih yang beranggotakan para Sahabat. Rasulullah membina mereka secara langsung sehingga mereka memiliki kepribadian Islam yang kokoh. Mereka dipersiapkan sebagai pilar-pilar yang akan menjadi penopang ketika masyarakat dan Daulah Islam (Khilafah) terbentuk. Di samping itu, pembinaan secara umum kepada masyarakat dilakukan dengan melontarkan opini umum tentang ajaran Islam, merespon berbagai persoalan kemasyarakatan, membongkar persekongkolan dan rekayasa jahat orang-orang kafir terhadap ajaran Islam dan kaum Muslim, dan sebagainya. Semua itu adalah bagian dari tahapan dan proses yang dijalin oleh Rasulullah SAW dengan tuntunan wahyu Allah SWT.

Ketiga, parpol Islam berupaya mewujudkan dan menjaga tegaknya Islam. Parpol Islam sejati tidak boleh terbuai dengan wacana demokrasi dan pemilu yang terbukti hanya fatamorgana serta omong kosong tanpa makna.

Pada masa lalu, Rasulullah dan para sahabat mendakwahkah Islam, sekaligus melakukan aktivitas politik yang bertujuan mendirikan Daulah Islam. Dengan aktivitas politik sistematis yang ditempuh Rasulullah dan para sahabat, akhirnya berdiri Daulah Islam di kota Madinah. Seluruh aktivitas dakwah Rasulullah dan para sahabat merupakan rangkaian aktivitas politik dan dengan aktivitas ini pula Negara Madinah terwujud.

Di masa sekarang, ketika Islam tidak diterapkan, tugas dan kewajiban partai politik Islam adalah merealisasikan ide-ide Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Mau tidak mau, parpol Islam harus memiliki bangunan yang jelas dan terarah. Pertama, dibangun di atas dasar ideologi. Parpol ini mengusung ideologi Islam, yakni Islam sebagai sistem hidup, sistem hukum, dan sistem pemerintahan. Dengan kata lain, mereka mengemban Islam yang bersifat ideologis dan politis.

Karenanya, seluruh aktivitas parpol terikat dengan panduan hukum-hukum Islam. Parpol Islam harus bersifat universal; tidak berasaskan kesukuan, kelompok, kebangsaan, atau mazhab tertentu. Ini sesuai dengan universalitas Islam yang tidak mengistimewakan orang Arab maupun ‘ajam (non-Arab). Selain itu, parpol Islam berjuang untuk menegakkan Islam dan untuk kemaslahatan kaum Muslim tidak dibatasi hanya untuk satu negeri tertentu saja, seraya melupakan negeri-negeri Islam lainnya. Jika ini yang terjadi, berarti parpol Islam tersebut mendasarkan aktivitasnya pada nasionalisme/kebangsaan (‘ashabiyyah); satu perkara yang dibenci oleh Rasulullah saw.

Kedua, memiliki fikrah dan tharîqah yang jelas. Inilah yang wajib dimiliki parpol Islam. Ibarat membangun rumah, parpol Islam harus memiliki desain bangunan dan bagaimana membangun rumah itu sampai jadi. Tidak boleh ‘yang penting membangun’ tanpa arah yang jelas.

Selain itu, keberhasilan parpol Islam dalam perjuangannya ditentukan oleh tiga hal. Pertama, ide dasar (fikrah) maupun metode (tharîqah)-nya bersifat ideologis, jelas, dan tegas hingga ke bagian-bagian yang terkecilnya. Tidak ada kesamaran sedikitpun di dalamnya. Prinsip-prinsip ini tidak dapat ditoleransi dan ditawar-tawar lagi. Suatu ketika Rasulullah saw. dibujuk rayu dan diancam oleh kaum musyrik kota Makkah agar beliau meninggalkan prinsip-prinsip yang menjadi fikrah Islam dan menanggalkan jalan (tharîqah) dakwahnya (yang disampaikan melalui pamannya). Dengan tegas Rasulullah saw. menjawab:

Demi Allah, seandainya matahari diletakkan di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku agar aku menanggalkan perkara (dakwah) ini, aku tidak akan meninggalkannya hingga agama ini tegak atau aku mati karena (membela jalan)-nya. (HR Ibnu Hisyam).

Parpol Islam manapun yang menyimpang, meskipun hanya sedikit, dari metode (yang pernah dijalankan) Rasulullah saw. pasti akan tersungkur dan akhirnya terjebak dalam lingkaran sistem kufur.

Kedua, parpol Islam bertumpu pada orang-orang yang memiliki kesadaran politik yang benar, berniat hanya untuk memperjuangkan Islam dan kaum Muslim, serta hanya mencari keridhaan Allah saja. Rasa takutnya hanya kepada Allah semata, bukan terhadap makhluk-makhluk-Nya. Tentu saja, dengan catatan sebuah parpol Islam harus mengedepankan kepemimpinan ideologis (qiyâdah fikriyyah)-nya dan berupaya jangan sampai muncul benih-benih figuritas atau paternalistik yang bisa menghancurkan parpol itu sendiri serta akan merusak kemurnian ide maupun metode.

Ketiga, ikatan yang menjalin anggota parpol, simpatisan, maupun para pendukungnya adalah ikatan (akidah) Islam. Hubungan mereka dilandasi ukhuwah islamiyah; satu dengan yang lainnya laksana saudara (lihat: QS al-Hujurat [49]: 10). Sementara orang-orang kafir adalah musuh.

Tanpa memenuhi persyaratan tersebut, parpol Islam akan senantiasa mengalami kegagalan.[]

Related

ustadzmenjawab 1934797981951279148

Posting Komentar

  1. Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kita perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu

    BalasHapus

emo-but-icon

Follow Us

Hot in week

Recent

Comments

Side Ads

Text Widget

Connect Us


item
Wordpress