Prospek Ekonomi Islam

Ada beberapa faktor pendukung prospek lajunya sistem ekonomi Islam di negeri ini. Di antaranya:

1. Hancurnya Sosialisme.
Sosialisme hancur beberapa waktu lalu seiring dengan runtuhnya Uni Sovyet dan sejumlah negara komunis lainnya di penghujung tahun 80-an serta makin loyonya Kapitalisme seperti ditunjukkan oleh terjadinya krisis di berbagai negara. Di Indonesia, misalnya, krisis ekonomi yang telah berlangsung hingga saat ini betul-betul membawa pengaruh yang sangat buruk bagi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. Puluhan juta orang terpaksa hidup dalam kemiskinan. Belasan juta kehilangan pekerjaan. Jutaan anak harus putus sekolah. Jutaan lainnya mengalami malnutrisi.

Hidup semakin tidak mudah dijalani, sekalipun untuk sekadar mencari sesuap nasi. Beban kehidupan bertambah berat seiring dengan kenaikan harga-harga akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan. Bagi mereka yang lemah iman, berbagai kesulitan yang dihadapi itu dengan mudah mendorongnya untuk melakukan tindak kejahatan. Berbagai bentuk kriminalitas—mulai dari pencopetan, perampokan maupun pencurian dengan pemberatan serta pembunuhan dan perbuatan tindak asusila, budaya permisif, pornografi dengan dalih kebutuhan ekonomi terasa—semakin meningkat tajam. Di sisi lain, sekalipun pemerintahan reformasi telah berjalan hampir satu dasawarsa, kestabilan politik belum juga kunjung terwujud. Bahkan gejolak sosial dan politik di beberapa daerah malah terasa lebih meningkat.
Mengapa semua itu terjadi?

Paling sedikit ada tiga perspektif yang dapat dipakai untuk menjelaskannya. Pertama, dalam perspektif teknis ekonomis krisis itu terjadi oleh karena lemahnya fundamental ekonomi, hutang luar negeri yang luar biasa besar, terjadinya defisit neraca transaksi berjalan dan sebagainya. Solusinya: meningkatkan ekspor, restrukturisasi hutang, dan sebagainya.

Kedua, dalam perspektif politis, krisis itu terjadi karena berkuasanya rezim yang korup dengan tatanan yang tidak demokratis. Solusinya: melancarkan proses demokratisasi hingga pergantian rezim seperti yang sudah terjadi pada rezim Soeharto.
Namun, ketiga, dalam perspektif filosofis radikal, krisis tersebut terjadi bukan karena itu semua, tetapi lebih karena sistem yang dipakai, yakni Kapitalisme liberal, yang memang sudah cacat sejak awal dan bersifat self-destructive.

Dalam pandangan Islam, sangat jelas bahwa krisis moneter yang kemudian berkembang menjadi krisis ekonomi dan berlanjut menjadi krisis sosial dan politik bukanlah musibah, melainkan fasad (kerusakan). Jika menurut definisi al-Quran musibah adalah peristiwa alam (seperti gunung meletus, gempa bumi, kecelakaan pesawat dan sebagainya) yang terjadi di luar kuasa, kehendak dan kontrol manusia, maka fasad terjadi akibat tindakan-tindakan atau kebijakan-kebijakan manusia sendiri yang menyimpang dari ketentuan Allah. Allah SWT befirman:

Telah nyata kerusakan di darat dan laut karena tangan-tangan (dosa-dosa) manusia supaya Allah menimpakan atas mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS ar-Rum [30]: 41).

Muhammad Ali Ashabuni dalam kitab Shafwah at-Tafâsir menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan bi mâ kasabat ayd an-nâs dalam ayat ini adalah bi sababi ma’âshi an-nâs wa dzunûbihim (karena kemaksiatan-kemaksiatan dan dosa-dosa manusia). Maksiat adalah setiap bentuk pelanggaran terhadap hukum Allah, yakni melakukan keharaman dan meninggalkan kewajiban. Setiap bentuk kemaksiatan pasti akan menimbulkan dosa. Setiap penyimpangan terhadap hukum Allah memang akan menimbulkan fasad, baik menimpa pelakunya ataupun masyarakat luas.
Krisis ekonomi yang kini tengah terjadi sengaja dinampakkan oleh Allah sebagai akibat logis dari kesalahan manusia dalam menetapkan sistem ekonomi. Khusus krisis moneter, penyebabnya adalah kesalahan manusia dalam menetapkan jenis dan fungsi mata uang. Berkenaan dengan ayat ini, Abul ‘Aliah menyatakan, “Siapa saja yang mendurhakai Allah di muka bumi, maka ia telah membuat kerusakan di muka bumi, karena perbaikan di langit dan di bumi adalah dengan menaati-Nya (Tafsir Ibnu Katsir)."
Selama ini terbukti di tengah-tengah masyarakat, termasuk dalam penataan kehidupan bermasyarakat dan bernegara, banyak sekali kemaksiatan dilakukan. Dalam sistem sekular, aturan-aturan Islam memang tidak pernah secara sengaja diterapkan. Islam, sebagaimana agama dalam pengertian Barat, hanya ditempatkan dalam urusan individu dengan tuhannya saja. Dalam urusan sosial kemasyarakatan agama (Islam) ditinggalkan. Akibatnya, di tengah-tengah sistem sekularistik ini lahirlah berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai-nilai agama; tatanan ekonomi yang kapitalistik, perilaku politik yang oportunistik, budaya hedonistik, kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik, sikap beragama yang sinkretistik serta paradigma pendidikan yang materialistik.
Dalam tatanan ekonomi kapitalistik, kegiatan ekonomi digerakkan sekadar demi meraih perolehan materi tanpa memandang apakah kegiatan itu sesuai dengan aturan Islam atau tidak. Aturan Islam yang sempurna dirasakan justru menghambat.
Terhadap musibah bencana alam kita diminta untuk bersabar. Dengan kesadaran tauhid, kita meyakini bahwa segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali kepada-Nya (inna lillâhi wa inna ilayhi râji’ûn). Namun, menghadapi fasad, hanya ada satu cara: kembali ke jalan yang benar sebagaimana disebutkan dalam surah al-Rum ayat 41 di atas, yaitu jalan yang diridhai Allah SWT. Itulah syariah Islam, terutama dalam masalah ekonomi dan keuangan. Tidak dengan cara lain.
Oleh karena itu, solusi yang ditawarkan bukan sekadar bersifat teknis ekonomi, juga bukan sekadar penggantian rezim atau melancarkan proses demokratisasi, tetapi lebih dari itu harus ada penggantian sistem secara total. Sistem ekonomi kapitalis yang didasarkan pada falsafah materialisme memandang manusia hanya sebagai realitas material yang kosong dari ruh. Asumsi yang dijadikan pijakan analisis berangkat dari pandangan dunia yang sangat sempit, yaitu kebendaan, dan tidak pernah melihat wawasan yang lebih luas lagi sebagaimana dimiliki oleh Islam yang meyakini bahwa kehidupan dunia hanyalah sekadar wasilah bagi sampainya pada kehidupan abadi di alam nanti. Hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan psikologis, spiritual dan filosofis pada diri manusia sehingga apa yang dihasilkan oleh kemajuan ekonomi modern tidak pernah memberikan kebahagiaan sejati. Gaya hidup konsumeristik, hedonistic dan individualistik makin menggejala. Pada gilirannya, timbullah kesenjangan, anomali, kehampaan ruhani dan yang paling mengerikan adalah proses dehumanisasi manusia dengan segala bentuk dan eksesnya; seperti berkembangnya penyakit AIDS dan meningkatnya kriminalitas serta berbagai bentuk penyakit sosial lainnya. Kesimpulannya, manusia makin jauh dari hakikat eksistensinya di dunia. Itu tidak dapat disembuhkan dengan sekadar meningkatkan pendapatan perkapita. Ada banyak sisi yang terabaikan oleh sistem ekonomi kapitalis.
Dengan demikian, berkutat dengan cara-cara Kapitalisme dalam menyelesaikan krisis ekonomi atau ragu terhadap cara Islam hanya akan memperpanjang krisis. Itu berarti akan memperparah keadaan yang akan semakin membuat kita menderita. Masalahnya, sistem apa yang kiranya dapat menggantikan Kapitalisme setelah saudara kembarnya, Sosialisme, bahkan telah lebih dulu mengalami kebangkrutan? Di sinilah Islam, tepatnya sistem ekonomi Islam, memiliki peluang sangat besar. "Krismon" ternyata membawa berkah.

2. Tumbuhnya berbagai institusi keuangan Islam di berbagai negara.
Di Indonesia, BMI yang berdiri pada tahun 1992 bisa disebut sebagai perintis lembaga keuangan syariah. Cukup lama BMI menjadi pemain tunggal dalam dunia perbankan syariah, sekalipun sebenarnya tergolong terlambat dibandingkan dengan perkembangan bank syariah di negara lain. Islamic Rural Bank di desa Mit Ghamr, Kairo, Mesir, misalnya sudah berdiri tahun 1963. Lalu IDB berdiri tahun 1970. Berturut-turut setelah itu bank-bank syariah berdiri di Sudan, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh dan Turki.
Kini, terutama setelah terbitnya UU Perbankan No 10 tahun 1998 yang menyebut secara tegas eksistensi bank syariah sebagai salah satu bentuk bank yang boleh berdiri di Indonesia, tumbuh bank-bank syariah. yaitu Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank BNI Syariah, Bank IFI Syariah dan Bank Mega Syariah. Menyusul segera berdiri adalah Bank BRI Syariah dan Bank Niaga Syariah. Namun, bank-bank syariah (empat bank umum dan 79 BPRS) itu dari sisi skala masih kalah jauh dibandingkan dengan bank konvensional yang berjumlah 162 bank umum dan 2.262 BPR. Misalnya dari total volume usaha, bank syariah hanya Rp 1,2 triliun dan dana pihak ketiga hanya sebesar Rp 661 miliar. Bandingkan dengan bank konvensional yang volume usahanya mencapai Rp 926 triliun dengan dana masyarakat sebesar Rp 723 triliun. Dari sisi aset, hingga tahun 1999 seluruh bank syariah hanya mencapai 0.17% dibandingkan dengan seluruh bank konvensional; dana pihak ketiga seluruh bank syariah hanya 0.07% dibandingkan dengan dana ketiga seluruh bank konvensional. Dari sisi penyaluran kredit, seluruh bank syariah hanya menyalurkan sekitar Rp 472 miliar. Bandingkan dengan seluruh bank konvensional yang mencapai Rp 227 triliun.
Sekalipun demikian, bank syariah (dalam hal ini BMI) terbukti mampu bertahan menghadapi "krismon". Saat bank-bank konvensional "berdarah-darah" diterpa badai krisis, bahkan puluhan di antaranya terpaksa harus dilikuidasi, bank syariah tetap tegak berdiri. Memang, BMI pada puncak krisis tahun 1998 menderita rugi Rp 72 miliar, tetapi tahun 1999 sudah pulih dan meraih untung Rp 2 miliar. Kenyataan ini menunjukkan bahwa dengan sistem syariah, dunia perbankan akan terhindar dari momok yang sangat ditakuti, yaitu negative spread.
Selain bank syariah, juga telah berdiri lembaga keuangan Islam lainnya seperti Takaful, Reksadana Syariah dan yang dalam rintisan adalah Lembaga Tabung Haji (LTH). Yang terakhir ini diilhami oleh sukses lembaga serupa di Malaysia. Didirikan tiga puluh tahun lalu, LTH di sana kini telah menjadi lembaga keuangan paling terkemuka. Asetnya lebih dari Rp 20 triliun, dengan return yang diberikan paling tinggi dibandingkan dengan bank syariah apalagi bank konvensional manapun di Malaysia. LTH juga menjadi simbol keberhasilan lembaga keuangan syariah di tengah persaingan dengan lembaga keuangan yang kapitalistik.
Kenyataan-kenyataan di atas setidaknya mampu mendongkrak kepercayaan diri umat bahwa ekonomi Islam memang benar-benar ada, dapat dipraktikkan secara nyata dan—sepanjang dikelola secara profesional dengan dukungan SDM yang memadai serta perlindungan regulasi dari pemerintah—dapat berhasil dengan baik.

3. Tumbuhnya lembaga-lembaga pendidikan dan wacana ekonomi Islam.
Di Indonesia, kian hari makin bertambah banyak lembaga pendidikan yang membuka program studi, jurusan bahkan sekolah tinggi ekonomi Islam. Hal ini, di samping dipengaruhi oleh kegairahan dalam pengkajian ekonomi Islam secara ilmiah, didorong oleh semakin diperlukannya banyak SDM yang mumpuni guna menunjang pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan atau praktik ekonomi Islam.
Di luar Indonesia, pertumbuhan seperti itu malah sudah lebih dulu terjadi, termasuk juga di universitas-universitas Barat yang notabene sekular, seperti Louborough University dan University of Durhem, yang merupakan dua perguruan tinggi bergengsi di Inggris. London School of Economics dan Harvard School of Law sudah sering meminta ceramah ilmiah kepada para pakar- ekonomi Islam seperti Dr. Umar Chapra, Dr. Khursid Ahmad dan lain-lain.
Berbagai kajian baik melalui media cetak maupun elektronik, konferensi dan seminar baik dalam skala lokal, regional, nasional maupun internasional telah dilakukan. Penerbitan buku-buku tentang ekonomi Islam juga makin mendorong kesadaran dan minat masyarakat pada ekonomi Islam.

4. Meningkatnya kesadaran umat seiring dengan berkembangnya wacana tentang ekonomi Islam melalui berbagai saluran.
Faktor ini sangat penting. Sebab, apapun yang akan menjadi aktor utama, baik berperanan sebagai subyek maupun obyek dalam ekonomi Islam, tetap saja umat. Tanpa kesadaran, ekonomi Islam akan mengalami stagnasi, bahkan tertolak.

Related

ekonomiislam 4589365588362971961

Posting Komentar

emo-but-icon

Follow Us

Hot in week

Recent

Comments

Side Ads

Text Widget

Connect Us


item
Wordpress