Tradisi Remaja Buang Bayi
Oleh Zulia Ilmawati
Kita sempat dikejutkan dengan sosok mayat seorang bayi laki-laki yang ditemukan di toilet salah satu SMA di Surabaya beberapa waktu lalu. Ini bukan kasus yang pertama, tapi sudah sangat banyak remaja-remaja yang dengan tega membuang bayinya. Yang menyedihkan, kasus pembuangan atau pembunuhan bayi hanya merupakan pengulangan yang dianggap biasa. Simak saja, dari tahun ke tahun kasusnya terus meningkat. Menurut Komisi Perlindungan Anak (KPA), pada 2009 terdapat 219 bayi yang dibuang di negeri ini, atau naik 53 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Itu baru angka yang diketahui. Yang pasti ada bayi yang dibuang dan tidak masuk hitungan KPA atau luput dari perhatian kita.
Apa sebenarnya salah bayi-bayi itu? Mengapa mereka harus dibuang? Bukankah kehadiran seorang bayi seharusnya memang diterima, disambut dengan gembira, dan dicintai ayah ibunya. Ada banyak alasan kenapa dengan tega para remaja melakukan hal tersebut. Biasanya karena panik saat mengetahui melahirkan. Kepanikan sesaat itu kemudian membuat mereka memutuskan untuk membuang/membunuh bayi yang baru dilahirkan. Ada pula karena untuk menutup aib. Mereka biasanya merasa malu dan akhirnya memutuskan untuk membunuh anaknya sendiri. Atau banyak dari mereka (remaja-remaja) yang sebetulnya belum siap menjadi ibu. Fisiknya mungkin bisa, tetapi kondisi psikisnya tidak siap. Kehadiran si janin di rahim kemudian menimbulkan persoalan rumit, dan tidak jarang dalam kondisi demikian, laki-laki ayah si bayi meninggalkannya. Tidak heran jika saat bayi lahir, si bayi pun segera dibuang si ibu yang seharusnya menyusui dan menyayanginya.